Berawal dari mengabdi, Sam-Zain bisa mandiri



Dukuh Topar merupakan salah satu dukuh di desa selopuro kecamatan Lasem, kabupaten Rembang. tempat dimana kami melakukan rutinitas selama masa KKN. Selama melaksanakan kegiatan KKN, kami mengabdikan jiwa raga kami untuk dukuh Topar. Banyak pelajaran yang senantiasa dapat kami petik selama menjalankan program KKN di dukuh Topar . Mereka mengajarkan kami betapa penting arti hidup dan betapa penting menghargai kehidupan. Tidak hanya itu, mereka juga mengajarkan kami bagaimana menjaga toleransi antar warga, menghargai setiap perbedaan hingga bagaimana cara bersosialisasi dengan masyarakat. Kami sangat senang hidup disini. Banyak hal yang senantiasa kami ambil hikmahnya. 

Suatu ketika kami berkunjung ke salah satu produsen dompet berbahan kulit sintetis di dukuh Topar. Awalnya kami tidak percaya kalau di dukuh yang amat jauh dari keramaian kota lasem ini terdapat industri besar yang menjadi penopang ekonomi masyarakat dukuh Topar. Pemilik industri  yang biasa disapa Pak Syamsudin ini menuturkan bahwa industri dompet ini telah ada sejak tahun 1994. Awal mulanya industri dompet ini hanya dipelopori oleh 3 orang, yaitu bapak Syamsudin yang saat ini masih menjadi direktur utama, Zainudin yang merupakan adik kandung dari bapak Syamsudin, dan satu orang keponakannya. Awalnya mereka memulai usaha ini dengan mengontrak suatu kos – kos an di daerah Surabaya berukuran 3 x 2 m. Kemudian mereka membeli satu mesin serta peralatan lainnya dan sisa dari uang mereka digunakan untuk membeli bahan dengan kapasitas masing – masing 1 m. Dengah peralatan dan bahan seadanya, mereka tak pantang menyerah untuk mengekploitasi softskill yang mereka miliki. Beberapa dompet akhirnya dapat mereka produksi dan mereka jual di pasar – pasar malam dekat kontrakan.  “Sedikit demi sedikit lama – lama menjadi bukit”, begitu pepatah mengatakan, dompet yang mereka buat ternyata laris terjual setiap malam bahkan  banyak  pesanan. Hasil penjualan mereka belikan bahan dan malam harinya kembali dipasarkan. Lambat laun, kontrakan tempat dimana  mereka memproduksi dompet tidak cukup untuk menampung peralatan, bahan serta hasil dompet yang mereka buat. Akhirnya mereka memilih untuk kembali ke dukuh Topar dan mengembangkan produksi dompet di dukuh Topar. Pada saat itulah mereka memberikan “Brand” produk mereka dengan nama SAM – ZAIN, yang merupakan singkatan dari nama Syamsudin – Zainudin.

Semakin besar produksi, mereka semakin kualahan. Penambahan karyawan pun tak dapat dihindarkan. Tak hanya itu, mesin – mesin serta peralatan cetak pun akhirnya bertambah. Pemasaran tidak hanya di daerah jawa tengah dan jawa timur, namun telah sampai di seluruh pulau jawa dan melebar ke pulau Sulawesi, tepatnya di Sulawesi selatan yaitu di Makasar. Ternate juga menjadi salah satu target pasar produksi dompet SAM – ZAIN. Keunikan dari dompet SAM – ZAIN ini adalah desain yang dibuat manual oleh pemiliknya dan bentuknya senantiasa mengikuti tren masa kini.

“Semakin tinggi pohon semakin kencang angin yang menerpa”, Pada akhir tahun 2014, usaha dompet SAM –  ZAIN mengalami kemunduran. Penurunan drastis pada penjualan di Makasar yang sebelumnya menjadi penopang Industri Dompet SAM – ZAIN. Penjualan tiba – tiba macet dan mengganggu jalannya produksi karena kendala keuangan. 

Namun karena jaminan Allah pasti didalam salah satu Surat Al- Insyiroh” Fainna Ma’al Usri Usro,Inna Ma’al Usri Usro”, Sesudah kesulitan pasti ada kemudahan. Bapak Syamsudin mendapatkan inspirasi untuk menginovasi produk Dompet dengan membuat Tas Cowok. Awalnya hanya coba – coba, namun ternyata hasilnya luar biasa. Dengan differensiasi produk  dompet ini ternyata membantu mendongkrak ekonomi dompet SAM – ZAIN. Hingga saat ini karyawan dompet SAM – ZAIN berjumlah kurang lebih 150 orang dan mempunyai beberapa cabang produksi disekitar dukuh topar sehingga masyarakat dapat diberdayakan dan pengangguran pun dapat berkurang. Pemasaran pun telah menjalar ke beberapa pulau di Indonesia.



Penulis : Sutiarsih

0 Response to "Berawal dari mengabdi, Sam-Zain bisa mandiri"

Posting Komentar